BAB II
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Perkembangan
ekonomi islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah pemikiran muslim
tentang ekonomi di masa lalu. Adalah suatu keniscayaan bila pemikir muslim
berupaya untuk membuat solusi atas segala persoalan hidup di masanya dalam
perspektif yang dimiliki.
Sejalan dengan ajaran
Islam tentang pemberdayaan akal pikiran dengan tetap berpegang teguh pada
al-Qur’an dan hadis nabi, konsep dan teori ekonomi dalam Islam pada hakikatnya
merupakan respon pada cendikiawan Muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi
pada waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran ekonomi Islam sesuai
Islam itu sendiri.
Banyak ekonom muslim lahir di masa Dinasti abbasiyah, dibanding di
masa sebelumnya khulafa’ al-rashidin ataupun masa Dinasti ummayaH. Hal ini bisa
dijadikan alasan bahwa tumbuhnya pemikir muslim tentang ekonomi tidak bebas
dari kenyataan-kenyataan yang tumbuh di zaman yang melahirkan menjadi pemikir
yang ahli dibidang-bidang tertentu.
2.
Tujuan
1.
Bagaimanakah sejarah pemikiran
ekonomi islam pada masa bani Umayyah dan
Abbasiyah?
2.
Bagaimanakah praktek ekonomi pada
masa bani Umayyah dan Abbasiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pasca Khulafaurrasyidin
A. Bani Umayyah( 611-750 M)
Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan
Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd
asy-Syams, kakek
buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu
Sufyan atau
kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90
tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu
Sufyan, yaitu setelah
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah
bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang
dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah. dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
1.
Pemikiran Ekonomi Islam Bani Umayyah
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi
banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi
semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan
Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut[1]
2.
Pemikiran khalifah-khalifah di
bidang ekonomi pada masa Bani Umayyah[2]
1.
Khalifah Muawiyah ibn Abi Sofyan
Pada masa pemerintahannya, beliau mendirikan dinas pos berserta
dengan berbagai fasilitasnya, menertibkan angakatan perang, mencetak uang, dan
menegmbangkan jabatan Adi ( hakim ) sebagai jabatan profesional.
Selain
itu, beliau juga menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara,
pembentukan tentara profesional, serta pengembangan birokrasi seperti fungsi
pengumpulan pajak dan administrasi.
1.
Khalifah Abdul Malik ibn Marwan
Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan unag dalam
masyarakat islam muncul di masa pemerintahan beliau. Abd al-Malik mengubah
bizantinum dan persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk
itu, dia mencetak uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan arab
serta tetap mencantumkan kalimat ‘’bismillahirrahmanirrahim pada tahun 74 H (
659 M). Pembuatan mata uang pada masa itu didasarkan pemikiran bahwa mata uang
selain memiliki nilai ekonomi juga sebagai pernyataan kedaulatan Dinasti Islam.
Disamping itu, mata uang juga berfungsi sebagai sarana pengumuman keabsahan
pemerintahan pada waktu itu yang namanya terpatri pada mata uang tersebut.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan pun memerintahkan Arabisasi maat uang sebagian
dari politik arabisasi aparatur negara pada masa pemerintahannya.
Mata uang yang dibuat di dunia islam waktu itu disebut sikkah .
menurut Ibn Khaldun kosa kata sikkah selain dikenakan terhadap mata uang
juga dikenakan terhadap gedung tempat pembuatan mata uang. Karenanya gedung
tersebut juga disebut Dar as-Sikkah. Darul as-sikkah tersebar diberbagai
pelosok wilayah islam pada waktu itu, sehingga Darul as-sikkah dikenal
sampai di luar kawasan islam.
Di dunia islam
mengenal dua jenis mata uang utama, yaitu mata uang dinar emas, di ambil
dari kata dinarius, dan dirham perak yaitu berasal dari kosa kata
yunani drachmos. Selain kedua jenis tersebut, terdapat mata uang pecahan
atau disebut maksur seperti qitha dan mithqal. Pada empat
hijrah dunia islam mengalami krisis mata uang emas dan perak, maka dibuatlah
dari tembaga atau campuran tembaga dengan perak yang disebut dengan fulus
( diambil dari bahasa latin follis), yaitu mata uang tembaga tipis. Mata
uang tersebut juga disebut al-qarathis karena mirip dengan lembaran
kertas.
Nilai mata uang
ditetapkan oleh khalifah. Memang penetapan itu sendiri tidak lepas dari
pertimbangan nilai rill di masyarakat dan naik turunnya nilai dari waktu ke
waktu. Perlu dikemukakan mata uang pada waktu itu di timbang. Karena untuk
mencegah penipuan, mereka lebih suka menggunakan standar timbangan. Khusus yang
mereka miliki, yaitu : auqiyah, nasy, nuwah, mitsqal, dirham, daniq, qirath
dan habbah. Mitsqal merupkan berat pokok yang sudah diketahui umum yaitu
setara dengan 22 qirath kurang dari satu habbah.berat timbangan sebesar 4, 25
gram emas sama dengan 1 dinar, yaitu sama dengan 1 mitsqal.
Setelah muncul
mata uang fulus mata uang mulai dihitung. Setelah banyak mata uang
bercap khalifah munculah kelompok orang-orang memberikan jasa dalam mempermudah
transaksi keuangan dan penukaran mata uang ( as-shayyrifah). Di samping itu
muncul istilah keuangan yang menunjukan bahwa tempat penukaran berubah
fungsinya menjadi Bank. Istilah tersebut antara lain shaftajah, shakk,
khath, hawwalah.
Selain itu
khalifah Abdul Malik dalam hal pajak dan zakat memberikan kebijakan dengan
memberlakukan kewajiban bagi umat Islam untuk membayar Zakat dan bebas dari
pajak lainnya. Hal ini mendorong orang non-muslim memmeluk agama Islam. Dengan
cara ini, meraka terbebas dari pembayaran pajak. Setelah itu, meraka
meninggalkan tanah pertaniannya guna mencari nafkah di kota-kota besar sebagai
tentara. Kenyataan ini menimbulkan masalah bagi perekonomian negara. Karena
pada satu sisi, perpindahan agama mengakiibatkan berkurangnya sumber pendapatan
negara dari sektor pajak. Pada sisi lain, bertambahnya militer Islam dari
kelompok mawali memerlukan dana subsidi yang semakin besar. Untuk mengatasi
permasalahan ini, khalifah Abdul Malik bin Marwan mengembalikan beberapa
militer Islam kepada profesinya semula, yakni sebagai petani dan menetapkan
kepadanya untuk membayar sejumlah pajak sebagaimana kewajiban mereka sebelum
mereka masuk islam, yakni sebesar beban kharaj dan jizyah.
Khalifah Abd
al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan islam.
Keberhasilan khalifah Abd al-malik diikuti oleh putranya Al-walid Abd al-Malik
(705-715) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan
pembanguna. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personil yang
terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia
juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah
lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang
megah.
2.
Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
Selama
masa pemerintahannya, beliau menerapkan kembali ajaran islam secara utuh
menyeluruh. Ketika diangkat sebagai khalifah, beliau mengumpulkan rakyatnya dan
mengumumnkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan diri dan keluarganya yang
tidak wajar kepada kaum muslimin melalui baitul maal.
Dalam melakukan berbagai kebijakannya,
khalifah Umar Ibn Abdul Aziz melindungi dan meningkatkan kemakmuran taraf hidup
masyarakat secara keseluruhan. Ia mengurangi beban pajak yang di pungut dari kaum
Nasrani, menghapus pajak terhadap kaum muslim, membuat takaran dan timbangan,
membasmi cukai dan kerja paksa, dan lain-lain. Berbagai kebijakan berhasil
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi
yang mau menerima zakat.
Khalifah Umar
Ibn Abdul Aziz juga menetapkan kebijakan dengan mengurangi beban pajak atas
penganut kristen najran dari 2000 keping menjadi 200 keping. Kebijakan ini
dikeluarkan karena ternyata masyarakat kristen khususnya Bani Najran merasa
berat. Beban meraka dirasakan terlalu berat untuk dipikul. Karena kebanyakan
mereka bukan orang-orang kaya. Karena itu mereka menuntut Khalifah Umar Ibn
Abdul Aziz untuk mengurangi beban pajak tersebut. Dan Khalifah Umar Ibn Abdul
Aziz menetapkan kebijakan untuk melarang pembelian tanah non-muslim kepada umat
islam, langkah ini diambil khalifah karena banyak tanah orang kristen yang
sudah menjadi milik orang islam. Sehingga banyak umat kristen yang tidak
memiliki lahan untuk digarap.
Lebih jauh lagi, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz menerapkan kebijakan
otonomi daerah. Setiap wilayah islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat
dan pajak sendiri-sendiri dan tidak diharuskan menyerakan upeti kepada
pemerintahan pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuan
subsidi kepada setiap wilayah islam yang minim pendapatan zakat dan pajaknya.
Dengan
demikian, masing-masing wilayah islam diberi kekuasaan untuk mengelola
kekayaannya. Jika terdapat surplus, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz menyarankan
agar wilayah tersebut memberi bantuan kepada wilayah yang minim pendapatannya,
untuk menunjang hal ini, ia mengangkat ibn jahdam sebagai Amil shadaqah yang
bertugas menerima dan mendistribusikan hasil shadaqah secara merata ke seluruh
wilayah islam.
Pada
masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan negara berasal dari zakat, hasil
rampasan perang, pajak penghasilan pertanian ( pajak ini diawal pemerintahan
khalifah Umar Ibn Abdul Aziz di tiadakan, mengingat situasi ekonomi yang belum
kondusif ). Setelah stabilitas perekonomian masyarakat membaik, pajak ini
ditetapkan, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat
luas.
Akan tetapi,
kondisi baitul maal yang telah dikembalikan oleh Umar Ibn Abdul Aziz kepada
posisi yang sebenarnya itu tidak dapat bertahan lama. Keserakahan para penguasa
telah meruntuhkan sendi-sendi baitul maal, dan keadaan demikian berkepanjangan sampai masa ke
khalifahan Bani Abbasiyah.
*
pemikiran ekonomi pada masa Bani Umayyah
B. Bani Abbasiyah ( 750-847 M-132-232 H)[3]
Khalifah Abbasiyah
merupakan kelanjutan dari khalifah Umayyah, di mana pendiri dari khalifah ini
adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad saw, yaitu Abdullah al-Saffah
Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbas. Di mana pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Kekuasaan Dinasti Bani Abbas, atau khalifah abbasiyah, sebagaimana
disebutkan melanjkan kekuasaan dinasti bani umayyah. Kekuasaannya berlangsung
dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H ( 750 M) sampai dengan 656 H
( 1258 M). Selama Dinasti Bani Abbas berkuasa.
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan
yang dilakukan oleh dinasti Umayyah di Andalusia( spanyol ). Disatu sisi, Abd
al-Rahman al-Dakhil bergelar amir ( jabatan kepala wilayah ketika itu ),
sedangkan disisi yang lain, ia tidak tunduk kepada khalifah yang berada di
baghdad. Pembangkangan Abd al-Rahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas mirip dengan
pembangkangan yang dilakuan oleh Muawiyyah terhadap Ali Bin Abi Thalib. Dari
segi durasi, kekuasaan dinasti bani abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima
abad.
Abu
al-Abbas al-Safah ( 750—754 M) adalah pendiri Dinasti Bani Abbas. Akan tetapi
karena kekuasaannya sangat singkat, Abu ja’far al-Manshur ( 754-775 M) yang
banyak berjasa dalam membangun pemerintahan Dinasti Bani Abbas. Pada tahun 762
M, Abu ja’far al-Manshur memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Hasyimiyah,
kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctespion, bekas ibu kota
Persia. Oleh karena itu, ibu kota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di
tengah-tengah bangsa Persia. Bani Abbasiyah meraih tampuk kekuasaan islam
setelah berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah pada tahun 750 H.
1.
Pemikiran
ekonomi Bani
Abbasiyah
Istilah Bank memang tidak dikenal dalam
khazanah keilmuan Islam. Yang dikenal adalah istilah jihbiz, kata jihbiz
berasal dari bahasa Persia yang berarti penagih pajak. Istilah jihbiz mulai
dieknal di zaman Muawiyah, yang ketika itu fungsinya sebagai penagih pajak dan
penghitung pajak atas barang dan tanah. sedangkan di zaman Bani Abbasiyah,
istilah itu populer sebagai suatu profesi penukaran uang. Pada zaman itu mulai
diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat dari tembaga.
Sebelumnya uang yang digunakan adalah dinar ( terbuat dari emas) dan dirham (
terbuat dari perak). Di zaman itu, jihbiz tidak saja melakukan penukaran
uang namun juga menerima titipan dana, meminjamkan uang dan jasa pengiriman
uang.
2.
Khalifah
pemikir ekonomi pada masa Bani Abbasiyah, yaitu :
1.
Abu
Ja’far Al-Manshur
Ia memerintah hanya dalam waktu singkat. Tetapi pada pemerintahanya dia
lebih banyak melakukan konsolidasi dan penerbitan administrasi birokrasi. Ia
menciptakan tradisi baru dibidang pemerintahan dengan mengangkat seorang wazir
sebagai coordinator depertemen. Ia juga membentuk lembaga-lembaga protol
Negara, sketaris Negara, kepolisian Negara, serta membenahi angkatan bersenjata
dan membentuk lembaga kehakiman Negara.[4]
Pada
awal pemerintah beliau, perbendaharaan negara dapat dikatakan tidak ada karena
khalifah sebelumnya, al-saffah, banyak menggunkan dana baitul maal untuk diberikan
kepada para sahabat dan tentara. Hal tersebut mendorong khalifah al-manshur
untuk bersiap keras dalam peneguhan kedudukan keuangan negara. Di samping
penumpasan musuh-musuh khalifah, sehingga masa pemerintahannya ini juga dikenal
sebagai masa yang penuh dengan kekerasan.
Dalam
mengendalikan harga-harga, khalifah Al-Manshur memerintahkan para kepada
jawatan pos untuk melaporkan harga pasaran dari setiap bahan makanan dan barang
lainnya. Jika mengalami kenaikan yang luar biasa, ia memerintahkan para walinya
agar menurunkan harga-harga ke tingkat semula. di samping itu, khalifah
al-manshur sangat hemat dalam membelanjakan harta baitul maal. Ketika ia
meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai 810 juta dirham.
Dalam zaman
permulaan dari Daulah Abbasiyah, perbendaharaan negara penuh berlimpah-limpah,
uang masuk lebih banyak dari uang keluar. Kahlifah manshur betul-betul telah
meletakan dasar-dasar yang sangat kuat bagi ekonomi dan keuangan negara.
Keautamaan manshur dalam menguatkan dasar daulah Abbasiyah dengan ketajaman
pikiran, disiplin dan adil, adalah sama halnya dengan khalifah umar bin khatab
dalam menguatkan islam.
Pada waktu
khalifah manshur meninggal setelah memimpin negara selma 22 tahun, dalam kas
negara tersisa kekayaan sebanyak 810.000.000 dirham.
Demikian kas negara yang ditinggalkan khalifah, sedangkan khalifah
harun al-Rasyid meninggalkan kekayaan negara dalam kas waktu beliau meninggal
sebanyak lebih dari 900.000 dirham. Kecakapan rasyid dalam mengumukakan kas
negara sama dengan kecakapan manshur, hanya rasyid lebih banyak mengeluarkan di
bandingkan dengan manshur, mungkin karena zaman yang berbeda.
Tentang bagaiamana kecakapan rasyid
memasukan uang ke dalam kas negara ( bait al-maal), pernah diberitakan orang,
bahwa apabila sedang tidur terlentang memandang awan lalu di angkasa raya,
lantas beliau berkata :’’ oh awan, engkau boleh melayang kemana saja, pajakmu pasti akan datang kepada ku!’’.
Sebabnya maka kas
negara demikian kaya nya pada permulaan Daulah Abbasiyyah. Yaitu karena para
khalifah betul-betul memandang soal ekonomi dan keuangan negara sangat penting,
sehingga dengan demikian pembangunan dalam segala cabang ekonomi dia pandang
soal yang paling penting.
Baik khalifah
manshur atau khalifah-khalifah sesudahnya telah membangun ekonomi negara dengan
berhasil sekali, baik dalam bidang pertanian, perindustrian ataupun dalam
bidang perdagangangan.
2.
Harun
al-Rasyid
Popularitas daulah abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid (
786-809 M ) dan putranya al-Makmun. Kesejahteraan sosial, kesehatan,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesustraan berada pada zaman
keemasannya. Penerjemahan buku-buku yunani ke dalam bahasa Arab pun dimulai.
Orang-orang di dalam ke kerajaan Romawi, eropa untuk membeli ‘’ manuscript’’.
Pada mulanya hanya buku-buku mengenai kedokteran, kemudian meningkat mengenai
ilmu pengetahuan lain dan filsafah. Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah
satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.
Ketika tampuk pemerintahan dikuasai khalifah Harun al-Rasyid (
170-193 H), pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuaran Daulah
Abbasiyah mencapai puncaknya. Ia membangun baitul maal untuk mengurus keuangan
negara dengan menunjuk seorang wazir yang mengepalai beberapa diwan. Pendapatan
baitul maal dialokasikan untuk reset alamiah dan penterjemah buku-buku yunani,
di samping itu untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai. Pendapatan
tersebut juga dialokasikan untuk membiayai para tahanan dalam hal penyediaan
bahan makanan dan pakaian musim panas dan dingin.
Selain itu,
khalifah harun juga sangat memperhatikan masalah perpajakan. Ia menunjuk Abu
Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai keuangan negara secara
syari’ah. Untuk itu, imam abu yusuf menyusun sebuah kitab yang diberi judul
kitab al-kharaj.
Kestabilan politik dan kekuasaan Dinasti
Abbasiyah amat kokoh karena di dukung oleh kemajuan di bidang ekonomi. Kota
baghdad menjadi ramai oleh lalu lintas perdagangan antar negara.
Dipersatukannya bekas wilayah-wilayah Bizantium dan kekaisaran. Sassaniah ke
dalam satu otoritas kekuasaan tunggal khalifah menyebabkan baghdad menjadi
pusat ekonomi raksasa. Segala kebutuhan penduduk akan barang dan jasa tersedia
dan mudah di dapat.
Wilayah yang amat luas yang membentang dari Asia Tengah hingga
Spanyol menjadi faktor yang amat penting dari bentuk pemikiran ekonominya.
Sumber-sumber pemikiran ekonomi pada masa itu diperoleh dari sektor-sektor yang
beragam seperti pertanian, industri, perdagangan, jasa transportasi, kerajinan,
dan pertambangan.
a.
Perdagangan
dan industri
Di samping perhatian yang demikian besar kepada bidang pertanian
dan perindustrian, para khalifah daulah abbasiah juga memberikan perhatian yang
cukup besar kepada bidang perdagangan.
Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan dengan cara memudahkan
jalan-jalan, umpamanya:
1.
Dibangunkan
sumur dan tempat-tempat istirahat dijalan-jalan yang dilewati kafilah dagang
2.
Dibangunkan
armada-armada dagang
3.
Dibangunkan
armada-armada untuk melindungi pantai-pantai negara dari serangan bajak laut.
Usaha-usaha
tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan luar
negri. Akibatnya, khalifah-khalifah dagang kaum muslim melintasi segala negri,
dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.
Aktifitas perdagangan internasional
antara timur dan barat pada masa dinasti abbasiyah terjadi secara
besar-besaran, hal itu di dukung oleh sarana-sarana strategis perdagangan seperti
adanya pelabuhan-pelabuhan yang menjadi terminal distribusi dan keluar masuk
barang,
Perdagangan tidak terbatas pada wilayah
kekhalifahan saja melainkan juga mencakup banyak kawasan diluar kekuasaan
islam, khususnya wilayah sub sahara afrika disebelah barat daya dan india, cina
dan asia tenggara disebelah timur. Melalui kontak dengan cina kaum muslimin
tidak hanya memperoleh sutra dan porselen tetapi juga bubuk mesiu dan kertas.
Pada bagian lain, tegaknya kekuasaan islam di afrika utara, memberikan akses
bagi pedagang muslim, misalnya untuk memasuki wilayah penambangan perak diasia
tengah dan penambangan emas du nubia dan afrika barat. Emas dan perak menjadi
komoditas penting dalam perdagangan kekhalifahan dengan wilayah-wilayah ini.
Sebaliknya, komoditas perdagangan dari belahan dunia timur, terdiri dari
barang-barang mewah yang mencakup parfum, rempah-remoah, batu permata, sutra,
dan pewarna tekstil. Pada masa ini tekstil mencapai kedudukan istimewa melalui
para pedagang muslim, eropa mengenal berbagai macam bahan pakaian.
Komoditas
lain yang berorientasi komersial selain barang-barang logam seperti emas dan
perak bahan pakaian hasil-hasil laut, kertas dan obat-obatan, adalah
budak-budak . budak-budak ini apabila sudah dibeli oleh tuannya dipergunakan
untuk tenaga kerja seperti diladang pertanian, perkebunan dan dipabrik. Namun
bagi pemerintah, budak-budak ini direkrut sebagai anggota pasukan militer demi
pertahan negara, khalifah Harun
ar-Rasyid membuktikan satu badan khusus yang bertugas mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan,
menentukan harga pasaran, atau dengan kata lain mengatur politik harga.
* Para khalifah daulah abbasiah juga
mementingkan komoditas lainnya, yaitu :
Pertanian dan perkebunan
|
Pengembangan
ilmu pertanian
|
Pendapatan negara
|
Sistem moneter
|
- Kota-kota
administratif dan tentara muslim seperi basrah, kufah, mosul, dan al-wasit menjadi
pusat usaha-usaha pengembangan pertanian.
-
- rawa-rawa
disekitar kuffah dikeringkan dan di kembangkan menjadi kawasan pertanian yang
subur
-
- Pengembangan
pertanian dilakukan melalui perbaikan irigasi
-
- Maurice
lombard menyatakan hasil-hasil
pertanian di masa ini, yaitu : sayuran, buah-buahan, beras, biji-bijian,
minyak zaitun, cokelat, dan tanaman industri seperti kayu dan hasil hutan.
|
- Mereka
membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi
mereka, dana da beberapa yang di hapus sama sekali.
- Usaha
Bani Abbasiyah yang di tempuh untuk mendorong kaum tani agar maju,
diantaranya yaitu :
1.Memperlakukan
ahli zimmah dan mawaly dengan perlakuan yang baik dan adil, serta menjamin
hak milik dan jiwa mereka
2.Mengambil
tindakan keras terhadap para pejabat yang berlaku kejam kepada para petani
3.
Memperluas daerah-daerah pertanian
di segenap wilayah negara
4.Membangun
dan menyempurnakan perhubungan ke daerah-daerah pertanian yang tidak ada
irigasi
5.Membangun
bendungan-bendungandan kanal-kanal.
|
- Sumber
pendapatan negara yaitu : dari sektor perdagangan, pertanian dan
perindustrian, sumber pendapatan negara juga berasal dari pajak
- dari
jizyah juga merupakan masukan bagi negara.
- zakat,
‘asyur al-tijarah, dan kharaj
|
-
- para pelaku ekonomi menggunakan
mata uang dinar dan dirham. Mata uang dinar emas digunakan oleh para pedagang
di wilayah kekuasaan sebelah barat, meniru orang-orang bizantinum, sedangkan
mata uang dirham perak digunakan oleh pedagang di wilayah timur, meniru kekaisaran
sassaniah.
-
-
- Penggunaan mata uang secara
ekstensif mendorong tumbuhnya perbankan. Mata uang, baik emas maupun perak,
tidak bisa di bawa menempuh jarak jauh tanpa melibatkan resiko yang besar.
Karena itu, para pedagang dan orang-orang yang mengadakan perjalanan jarak
jauh memerlukan sistem cek.
Dengan sistem cek, pembiayaan perdagangan bisa lebih flaksibel,
uang bisa di depositokan pada satu bank di tempat tertentu dan di tarik di
tempat lain. Dan cek itu hanya bisa di sediakan oleh bank.
|
Keterangan :
-
. Jizyah adalah pajak kepala yang di
pungut dari penduduk non muslim kepada pemerintahan islam sebagai wujud
loyalitas mereka kepada pemerintah dan
konsekuensi dari perlindungan yang diberikan pemerintah islam untuk mereka.
-
Zakat adalah harta yang dipungut dari umat
islam yang memiliki harta yang sudah nishab.
-
‘asyur al-tijarah adalah pajak
perdagangan yang dikenakan kepada pedagang non-muslim yang melakukan transaksi
di ke khalifahan islam.
-
Sedangkan kharaj adalah pajak tanah
yang dipungut dari para pemilik tanah non-muslim dan dalam hal-hal tertentu di
bebankan pula kepada muslim.
Pengeluaran dan belanja pemerintah di peruntukan untuk gaji
pegawai, biaya pertahanan dan profesionalisme tentara, biaya pengembangan ilmu
pengetahuan, dan pembangunan secara menyeluruh.
*bagan sejarah pemikiran ekonomi pada masa Bani Abbasiyah
BAB III
PENUTUP
-
Masa ke-Khalifahan Bani
Umayyah yaitu hanya berumur 90 tahun
yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan
Pemikiran Ekonomi Islam Bani Umayyah
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi
banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi
semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan
Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Khalifah pemikir ekonomi pada masa Bani Abbasiyah, yaitu : Abu
Ja’far Al-Manshur , Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, dan Umar Ibn Abdul Aziz.
-
Khalifah Abbasiyah atau Kekuasaan
Dinasti Bani Abbas, sebagaimana disebutkan melanjkan kekuasaan dinasti bani
umayyah. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun
132 H ( 750 M) sampai dengan 656 H ( 1258 M). Selama Dinasti Bani Abbas
berkuasa. Di mana pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial, dan budaya.
di zaman Bani Abbasiyah, istilah jihbiz populer sebagai
suatu profesi penukaran uang. Pada zaman itu mulai diperkenalkan uang jenis
baru yang disebut fulus yang terbuat dari tembaga.
Khalifah-khalifah Pemikir Ekonomi Islam pada masa Bani Abbasiyah yaitu
: Abu Ja’far Al-Manshur dan Harun al-Rasyid yang telah banyak membawa perubahan
besar dalam aspek ekonomi di masa pemerintahan Bani Abbasiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Nur
chamid. Mm ‘’jejak langkah sejarah pemikiran islam pasca khulafaurrasidin’’,
pustaka pelajar, jogjakarta 2010
http://sahlan-safa.blogspot.com/2012/06/tradisi-dan-praktek-ekonomi-pada-masa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar