Rabu, 03 April 2013

sejarah pemikiran islam pada masa daulah islamiyah (SPEI)


    BAB II
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang
Perkembangan ekonomi islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah pemikiran muslim tentang ekonomi di masa lalu. Adalah suatu keniscayaan bila pemikir muslim berupaya untuk membuat solusi atas segala persoalan hidup di masanya dalam perspektif yang dimiliki.
Sejalan dengan ajaran Islam tentang pemberdayaan akal pikiran dengan tetap berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadis nabi, konsep dan teori ekonomi dalam Islam pada hakikatnya merupakan respon pada cendikiawan Muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi pada waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran ekonomi Islam sesuai Islam itu sendiri.
Banyak ekonom muslim lahir di masa Dinasti abbasiyah, dibanding di masa sebelumnya khulafa’ al-rashidin ataupun masa Dinasti ummayaH. Hal ini bisa dijadikan alasan bahwa tumbuhnya pemikir muslim tentang ekonomi tidak bebas dari kenyataan-kenyataan yang tumbuh di zaman yang melahirkan menjadi pemikir yang ahli dibidang-bidang tertentu.

2.      Tujuan

1.      Bagaimanakah sejarah pemikiran ekonomi islam  pada masa bani Umayyah dan Abbasiyah?
2.      Bagaimanakah praktek ekonomi pada masa bani Umayyah dan Abbasiyah ?







          BAB II
  PEMBAHASAN
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pasca Khulafaurrasyidin
A.    Bani Umayyah( 611-750 M)
Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah. dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
1.    Pemikiran Ekonomi Islam Bani Umayyah
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut[1]

2.    Pemikiran khalifah-khalifah di bidang ekonomi pada masa Bani Umayyah[2]
1.      Khalifah Muawiyah ibn Abi Sofyan
Pada masa pemerintahannya, beliau mendirikan dinas pos berserta dengan berbagai fasilitasnya, menertibkan angakatan perang, mencetak uang, dan menegmbangkan jabatan Adi ( hakim ) sebagai jabatan profesional.
Selain itu, beliau juga menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara, pembentukan tentara profesional, serta pengembangan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi.

1.      Khalifah Abdul Malik ibn Marwan
Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan unag dalam masyarakat islam muncul di masa pemerintahan beliau. Abd al-Malik mengubah bizantinum dan persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan arab serta tetap mencantumkan kalimat ‘’bismillahirrahmanirrahim pada tahun 74 H ( 659 M). Pembuatan mata uang pada masa itu didasarkan pemikiran bahwa mata uang selain memiliki nilai ekonomi juga sebagai pernyataan kedaulatan Dinasti Islam. Disamping itu, mata uang juga berfungsi sebagai sarana pengumuman keabsahan pemerintahan pada waktu itu yang namanya terpatri pada mata uang tersebut. Khalifah Abdul Malik bin Marwan pun memerintahkan Arabisasi maat uang sebagian dari politik arabisasi aparatur negara pada masa pemerintahannya.
Mata uang yang dibuat di dunia islam waktu itu disebut sikkah . menurut Ibn Khaldun kosa kata sikkah selain dikenakan terhadap mata uang juga dikenakan terhadap gedung tempat pembuatan mata uang. Karenanya gedung tersebut juga disebut Dar as-Sikkah. Darul as-sikkah tersebar diberbagai pelosok wilayah islam pada waktu itu, sehingga Darul as-sikkah dikenal sampai di luar kawasan islam.
Di dunia islam mengenal dua jenis mata uang utama, yaitu mata uang dinar emas, di ambil dari kata dinarius, dan dirham perak yaitu berasal dari kosa kata yunani drachmos. Selain kedua jenis tersebut, terdapat mata uang pecahan atau disebut maksur seperti qitha dan mithqal. Pada empat hijrah dunia islam mengalami krisis mata uang emas dan perak, maka dibuatlah dari tembaga atau campuran tembaga dengan perak yang disebut dengan fulus ( diambil dari bahasa latin follis), yaitu mata uang tembaga tipis. Mata uang tersebut juga disebut al-qarathis karena mirip dengan lembaran kertas.
Nilai mata uang ditetapkan oleh khalifah. Memang penetapan itu sendiri tidak lepas dari pertimbangan nilai rill di masyarakat dan naik turunnya nilai dari waktu ke waktu. Perlu dikemukakan mata uang pada waktu itu di timbang. Karena untuk mencegah penipuan, mereka lebih suka menggunakan standar timbangan. Khusus yang mereka miliki, yaitu : auqiyah, nasy, nuwah, mitsqal, dirham, daniq, qirath dan habbah. Mitsqal merupkan berat pokok yang sudah diketahui umum yaitu setara dengan 22 qirath kurang dari satu habbah.berat timbangan sebesar 4, 25 gram emas sama dengan 1 dinar, yaitu sama dengan 1 mitsqal.
Setelah muncul mata uang fulus mata uang mulai dihitung. Setelah banyak mata uang bercap khalifah munculah kelompok orang-orang memberikan jasa dalam mempermudah transaksi keuangan dan penukaran mata uang ( as-shayyrifah). Di samping itu muncul istilah keuangan yang menunjukan bahwa tempat penukaran berubah fungsinya menjadi Bank. Istilah tersebut antara lain shaftajah, shakk, khath, hawwalah.
Selain itu khalifah Abdul Malik dalam hal pajak dan zakat memberikan kebijakan dengan memberlakukan kewajiban bagi umat Islam untuk membayar Zakat dan bebas dari pajak lainnya. Hal ini mendorong orang non-muslim memmeluk agama Islam. Dengan cara ini, meraka terbebas dari pembayaran pajak. Setelah itu, meraka meninggalkan tanah pertaniannya guna mencari nafkah di kota-kota besar sebagai tentara. Kenyataan ini menimbulkan masalah bagi perekonomian negara. Karena pada satu sisi, perpindahan agama mengakiibatkan berkurangnya sumber pendapatan negara dari sektor pajak. Pada sisi lain, bertambahnya militer Islam dari kelompok mawali memerlukan dana subsidi yang semakin besar. Untuk mengatasi permasalahan ini, khalifah Abdul Malik bin Marwan mengembalikan beberapa militer Islam kepada profesinya semula, yakni sebagai petani dan menetapkan kepadanya untuk membayar sejumlah pajak sebagaimana kewajiban mereka sebelum mereka masuk islam, yakni sebesar beban kharaj dan jizyah.
Khalifah Abd al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan islam. Keberhasilan khalifah Abd al-malik diikuti oleh putranya Al-walid Abd al-Malik (705-715) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembanguna. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personil yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
2.      Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
Selama masa pemerintahannya, beliau menerapkan kembali ajaran islam secara utuh menyeluruh. Ketika diangkat sebagai khalifah, beliau mengumpulkan rakyatnya dan mengumumnkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan diri dan keluarganya yang tidak wajar kepada kaum muslimin melalui baitul maal.
 Dalam melakukan berbagai kebijakannya, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz melindungi dan meningkatkan kemakmuran taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Ia mengurangi beban pajak yang di pungut dari kaum Nasrani, menghapus pajak terhadap kaum muslim, membuat takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa, dan lain-lain. Berbagai kebijakan berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat.
Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz juga menetapkan kebijakan dengan mengurangi beban pajak atas penganut kristen najran dari 2000 keping menjadi 200 keping. Kebijakan ini dikeluarkan karena ternyata masyarakat kristen khususnya Bani Najran merasa berat. Beban meraka dirasakan terlalu berat untuk dipikul. Karena kebanyakan mereka bukan orang-orang kaya. Karena itu mereka menuntut Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz untuk mengurangi beban pajak tersebut. Dan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz menetapkan kebijakan untuk melarang pembelian tanah non-muslim kepada umat islam, langkah ini diambil khalifah karena banyak tanah orang kristen yang sudah menjadi milik orang islam. Sehingga banyak umat kristen yang tidak memiliki lahan untuk digarap.
Lebih jauh lagi, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz menerapkan kebijakan otonomi daerah. Setiap wilayah islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan pajak sendiri-sendiri dan tidak diharuskan menyerakan upeti kepada pemerintahan pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuan subsidi kepada setiap wilayah islam yang minim pendapatan zakat dan pajaknya.
Dengan demikian, masing-masing wilayah islam diberi kekuasaan untuk mengelola kekayaannya. Jika terdapat surplus, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz menyarankan agar wilayah tersebut memberi bantuan kepada wilayah yang minim pendapatannya, untuk menunjang hal ini, ia mengangkat ibn jahdam sebagai Amil shadaqah yang bertugas menerima dan mendistribusikan hasil shadaqah secara merata ke seluruh wilayah islam.
Pada masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan negara berasal dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian ( pajak ini diawal pemerintahan khalifah Umar Ibn Abdul Aziz di tiadakan, mengingat situasi ekonomi yang belum kondusif ). Setelah stabilitas perekonomian masyarakat membaik, pajak ini ditetapkan, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.
Akan tetapi, kondisi baitul maal yang telah dikembalikan oleh Umar Ibn Abdul Aziz kepada posisi yang sebenarnya itu tidak dapat bertahan lama. Keserakahan para penguasa telah meruntuhkan sendi-sendi baitul maal, dan keadaan  demikian berkepanjangan sampai masa ke khalifahan Bani Abbasiyah.



* pemikiran ekonomi pada masa Bani Umayyah

 




























B.      Bani Abbasiyah ( 750-847 M-132-232 H)[3]
Khalifah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khalifah Umayyah, di mana pendiri dari khalifah ini adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad saw, yaitu Abdullah al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbas. Di mana pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Kekuasaan Dinasti Bani Abbas, atau khalifah abbasiyah, sebagaimana disebutkan melanjkan kekuasaan dinasti bani umayyah. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H ( 750 M) sampai dengan 656 H ( 1258 M). Selama Dinasti Bani Abbas berkuasa.
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang dilakukan oleh dinasti Umayyah di Andalusia( spanyol ). Disatu sisi, Abd al-Rahman al-Dakhil bergelar amir ( jabatan kepala wilayah ketika itu ), sedangkan disisi yang lain, ia tidak tunduk kepada khalifah yang berada di baghdad. Pembangkangan Abd al-Rahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakuan oleh Muawiyyah terhadap Ali Bin Abi Thalib. Dari segi durasi, kekuasaan dinasti bani abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima abad.
Abu al-Abbas al-Safah ( 750—754 M) adalah pendiri Dinasti Bani Abbas. Akan tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu ja’far al-Manshur ( 754-775 M) yang banyak berjasa dalam membangun pemerintahan Dinasti Bani Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja’far al-Manshur memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctespion, bekas ibu kota Persia. Oleh karena itu, ibu kota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Bani Abbasiyah meraih tampuk kekuasaan islam setelah berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah pada tahun 750 H.
1.         Pemikiran ekonomi Bani Abbasiyah
Istilah Bank memang tidak dikenal dalam khazanah keilmuan Islam. Yang dikenal adalah istilah jihbiz, kata jihbiz berasal dari bahasa Persia yang berarti penagih pajak. Istilah jihbiz mulai dieknal di zaman Muawiyah, yang ketika itu fungsinya sebagai penagih pajak dan penghitung pajak atas barang dan tanah. sedangkan di zaman Bani Abbasiyah, istilah itu populer sebagai suatu profesi penukaran uang. Pada zaman itu mulai diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat dari tembaga. Sebelumnya uang yang digunakan adalah dinar ( terbuat dari emas) dan dirham ( terbuat dari perak). Di zaman itu, jihbiz tidak saja melakukan penukaran uang namun juga menerima titipan dana, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang.

2.    Khalifah pemikir ekonomi pada masa Bani Abbasiyah, yaitu :

1.      Abu Ja’far Al-Manshur
Ia memerintah hanya dalam waktu singkat. Tetapi pada pemerintahanya dia lebih banyak melakukan konsolidasi dan penerbitan administrasi birokrasi. Ia menciptakan tradisi baru dibidang pemerintahan dengan mengangkat seorang wazir sebagai coordinator depertemen. Ia juga membentuk lembaga-lembaga protol Negara, sketaris Negara, kepolisian Negara, serta membenahi angkatan bersenjata dan membentuk lembaga kehakiman Negara.[4]
Pada awal pemerintah beliau, perbendaharaan negara dapat dikatakan tidak ada karena khalifah sebelumnya, al-saffah, banyak menggunkan dana baitul maal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara. Hal tersebut mendorong khalifah al-manshur untuk bersiap keras dalam peneguhan kedudukan keuangan negara. Di samping penumpasan musuh-musuh khalifah, sehingga masa pemerintahannya ini juga dikenal sebagai masa yang penuh dengan kekerasan.
Dalam mengendalikan harga-harga, khalifah Al-Manshur memerintahkan para kepada jawatan pos untuk melaporkan harga pasaran dari setiap bahan makanan dan barang lainnya. Jika mengalami kenaikan yang luar biasa, ia memerintahkan para walinya agar menurunkan harga-harga ke tingkat semula. di samping itu, khalifah al-manshur sangat hemat dalam membelanjakan harta baitul maal. Ketika ia meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai 810 juta dirham.
Dalam zaman permulaan dari Daulah Abbasiyah, perbendaharaan negara penuh berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak dari uang keluar. Kahlifah manshur betul-betul telah meletakan dasar-dasar yang sangat kuat bagi ekonomi dan keuangan negara. Keautamaan manshur dalam menguatkan dasar daulah Abbasiyah dengan ketajaman pikiran, disiplin dan adil, adalah sama halnya dengan khalifah umar bin khatab dalam menguatkan islam.
Pada waktu khalifah manshur meninggal setelah memimpin negara selma 22 tahun, dalam kas negara tersisa kekayaan sebanyak 810.000.000 dirham.
Demikian kas negara yang ditinggalkan khalifah, sedangkan khalifah harun al-Rasyid meninggalkan kekayaan negara dalam kas waktu beliau meninggal sebanyak lebih dari 900.000 dirham. Kecakapan rasyid dalam mengumukakan kas negara sama dengan kecakapan manshur, hanya rasyid lebih banyak mengeluarkan di bandingkan dengan manshur, mungkin karena zaman yang berbeda.
            Tentang bagaiamana kecakapan rasyid memasukan uang ke dalam kas negara ( bait al-maal), pernah diberitakan orang, bahwa apabila sedang tidur terlentang memandang awan lalu di angkasa raya, lantas beliau berkata :’’ oh awan, engkau boleh melayang kemana  saja, pajakmu pasti akan datang  kepada ku!’’.
Sebabnya maka kas negara demikian kaya nya pada permulaan Daulah Abbasiyyah. Yaitu karena para khalifah betul-betul memandang soal ekonomi dan keuangan negara sangat penting, sehingga dengan demikian pembangunan dalam segala cabang ekonomi dia pandang soal yang paling penting.
Baik khalifah manshur atau khalifah-khalifah sesudahnya telah membangun ekonomi negara dengan berhasil sekali, baik dalam bidang pertanian, perindustrian ataupun dalam bidang perdagangangan.

2.      Harun al-Rasyid

Popularitas daulah abbasiyah mencapai  puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid ( 786-809 M ) dan putranya al-Makmun. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesustraan berada pada zaman keemasannya. Penerjemahan buku-buku yunani ke dalam bahasa Arab pun dimulai. Orang-orang di dalam ke kerajaan Romawi, eropa untuk membeli ‘’ manuscript’’. Pada mulanya hanya buku-buku mengenai kedokteran, kemudian meningkat mengenai ilmu pengetahuan lain dan filsafah. Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul Hikmah,  pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.
Ketika tampuk pemerintahan dikuasai khalifah Harun al-Rasyid ( 170-193 H), pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuaran Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya. Ia membangun baitul maal untuk mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yang mengepalai beberapa diwan. Pendapatan baitul maal dialokasikan untuk reset alamiah dan penterjemah buku-buku yunani, di samping itu untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai. Pendapatan tersebut juga dialokasikan untuk membiayai para tahanan dalam hal penyediaan bahan makanan dan pakaian musim panas dan dingin.
Selain itu, khalifah harun juga sangat memperhatikan masalah perpajakan. Ia menunjuk Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai keuangan negara secara syari’ah. Untuk itu, imam abu yusuf menyusun sebuah kitab yang diberi judul kitab al-kharaj.
Kestabilan politik dan kekuasaan Dinasti Abbasiyah amat kokoh karena di dukung oleh kemajuan di bidang ekonomi. Kota baghdad menjadi ramai oleh lalu lintas perdagangan antar negara. Dipersatukannya bekas wilayah-wilayah Bizantium dan kekaisaran. Sassaniah ke dalam satu otoritas kekuasaan tunggal khalifah menyebabkan baghdad menjadi pusat ekonomi raksasa. Segala kebutuhan penduduk akan barang dan jasa tersedia dan mudah di dapat.
Wilayah yang amat luas yang membentang dari Asia Tengah hingga Spanyol menjadi faktor yang amat penting dari bentuk pemikiran ekonominya. Sumber-sumber pemikiran ekonomi pada masa itu diperoleh dari sektor-sektor yang beragam seperti pertanian, industri, perdagangan, jasa transportasi, kerajinan, dan pertambangan.
a.       Perdagangan dan industri
Di samping perhatian yang demikian besar kepada bidang pertanian dan perindustrian, para khalifah daulah abbasiah juga memberikan perhatian yang cukup besar kepada bidang perdagangan.
Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan dengan cara memudahkan jalan-jalan, umpamanya:
1.      Dibangunkan sumur dan tempat-tempat istirahat dijalan-jalan yang dilewati kafilah dagang
2.      Dibangunkan armada-armada dagang
3.      Dibangunkan armada-armada untuk melindungi pantai-pantai negara dari serangan bajak laut.
Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan luar negri. Akibatnya, khalifah-khalifah dagang kaum muslim melintasi segala negri, dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.
Aktifitas perdagangan internasional antara timur dan barat pada masa dinasti abbasiyah terjadi secara besar-besaran, hal itu di dukung oleh sarana-sarana strategis perdagangan seperti adanya pelabuhan-pelabuhan yang menjadi terminal distribusi dan keluar masuk barang,
Perdagangan tidak terbatas pada wilayah kekhalifahan saja melainkan juga mencakup banyak kawasan diluar kekuasaan islam, khususnya wilayah sub sahara afrika disebelah barat daya dan india, cina dan asia tenggara disebelah timur. Melalui kontak dengan cina kaum muslimin tidak hanya memperoleh sutra dan porselen tetapi juga bubuk mesiu dan kertas. Pada bagian lain, tegaknya kekuasaan islam di afrika utara, memberikan akses bagi pedagang muslim, misalnya untuk memasuki wilayah penambangan perak diasia tengah dan penambangan emas du nubia dan afrika barat. Emas dan perak menjadi komoditas penting dalam perdagangan kekhalifahan dengan wilayah-wilayah ini. Sebaliknya, komoditas perdagangan dari belahan dunia timur, terdiri dari barang-barang mewah yang mencakup parfum, rempah-remoah, batu permata, sutra, dan pewarna tekstil. Pada masa ini tekstil mencapai kedudukan istimewa melalui para pedagang muslim, eropa mengenal berbagai macam bahan pakaian.
Komoditas lain yang berorientasi komersial selain barang-barang logam seperti emas dan perak bahan pakaian hasil-hasil laut, kertas dan obat-obatan, adalah budak-budak . budak-budak ini apabila sudah dibeli oleh tuannya dipergunakan untuk tenaga kerja seperti diladang pertanian, perkebunan dan dipabrik. Namun bagi pemerintah, budak-budak ini direkrut sebagai anggota pasukan militer demi pertahan negara,  khalifah Harun ar-Rasyid membuktikan satu badan khusus yang bertugas mengawasi  pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan harga pasaran, atau dengan kata lain mengatur politik harga.
* Para khalifah daulah abbasiah juga mementingkan komoditas lainnya, yaitu :
Pertanian dan perkebunan

Pengembangan ilmu pertanian


Pendapatan negara


        Sistem moneter

-  Kota-kota administratif dan tentara muslim seperi basrah, kufah, mosul, dan al-wasit menjadi pusat usaha-usaha pengembangan pertanian.
-   
-  rawa-rawa disekitar kuffah dikeringkan dan di kembangkan menjadi kawasan pertanian yang subur
-   
-  Pengembangan pertanian dilakukan melalui perbaikan irigasi
-   
-  Maurice lombard menyatakan  hasil-hasil pertanian di masa ini, yaitu : sayuran, buah-buahan, beras, biji-bijian, minyak zaitun, cokelat, dan tanaman industri seperti kayu dan hasil hutan.
-  Mereka membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi mereka, dana da beberapa yang di hapus sama sekali.

-  Usaha Bani Abbasiyah yang di tempuh untuk mendorong kaum tani agar maju, diantaranya yaitu :
1.Memperlakukan ahli zimmah dan mawaly dengan perlakuan yang baik dan adil, serta menjamin hak milik dan jiwa mereka
2.Mengambil tindakan keras terhadap para pejabat yang berlaku kejam kepada para petani
3.    Memperluas daerah-daerah pertanian di segenap wilayah negara
4.Membangun dan menyempurnakan perhubungan ke daerah-daerah pertanian yang tidak ada irigasi
5.Membangun bendungan-bendungandan kanal-kanal.


-    Sumber pendapatan negara yaitu : dari sektor perdagangan, pertanian dan perindustrian, sumber pendapatan negara juga berasal dari pajak

-    dari jizyah juga merupakan masukan bagi negara.


-    zakat, ‘asyur al-tijarah, dan kharaj
-                - para pelaku ekonomi menggunakan mata uang dinar dan dirham. Mata uang dinar emas digunakan oleh para pedagang di wilayah kekuasaan sebelah barat, meniru orang-orang bizantinum, sedangkan mata uang dirham perak digunakan oleh pedagang di wilayah timur, meniru kekaisaran sassaniah.
-                 
-                - Penggunaan mata uang secara ekstensif mendorong tumbuhnya perbankan. Mata uang, baik emas maupun perak, tidak bisa di bawa menempuh jarak jauh tanpa melibatkan resiko yang besar. Karena itu, para pedagang dan orang-orang yang mengadakan perjalanan jarak jauh memerlukan sistem cek.
Dengan sistem cek, pembiayaan perdagangan bisa lebih flaksibel, uang bisa di depositokan pada satu bank di tempat tertentu dan di tarik di tempat lain. Dan cek itu hanya bisa di sediakan oleh bank.




Keterangan :
-          . Jizyah adalah pajak kepala yang di pungut dari penduduk non muslim kepada pemerintahan islam sebagai wujud loyalitas mereka kepada pemerintah  dan konsekuensi dari perlindungan yang diberikan pemerintah islam untuk mereka.
-           Zakat adalah harta yang dipungut dari umat islam yang memiliki harta yang sudah nishab.
-          ‘asyur al-tijarah adalah pajak perdagangan yang dikenakan kepada pedagang non-muslim yang melakukan transaksi di ke khalifahan islam.
-          Sedangkan kharaj adalah pajak tanah yang dipungut dari para pemilik tanah non-muslim dan dalam hal-hal tertentu di bebankan pula kepada muslim.
Pengeluaran dan belanja pemerintah di peruntukan untuk gaji pegawai, biaya pertahanan dan profesionalisme tentara, biaya pengembangan ilmu pengetahuan, dan pembangunan secara menyeluruh.
*bagan sejarah pemikiran ekonomi pada masa Bani Abbasiyah
 






















BAB III
PENUTUP
-          Masa ke-Khalifahan Bani Umayyah yaitu  hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan
Pemikiran Ekonomi Islam Bani Umayyah
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Khalifah pemikir ekonomi pada masa Bani Abbasiyah, yaitu : Abu Ja’far Al-Manshur , Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, dan Umar Ibn Abdul Aziz.
-          Khalifah Abbasiyah atau Kekuasaan Dinasti Bani Abbas, sebagaimana disebutkan melanjkan kekuasaan dinasti bani umayyah. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H ( 750 M) sampai dengan 656 H ( 1258 M). Selama Dinasti Bani Abbas berkuasa. Di mana pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
di zaman Bani Abbasiyah, istilah jihbiz populer sebagai suatu profesi penukaran uang. Pada zaman itu mulai diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat dari tembaga.
Khalifah-khalifah Pemikir Ekonomi Islam pada masa Bani Abbasiyah yaitu : Abu Ja’far Al-Manshur dan Harun al-Rasyid yang telah banyak membawa perubahan besar dalam aspek ekonomi di masa pemerintahan Bani Abbasiyah.










DAFTAR PUSTAKA
Drs. Nur chamid. Mm ‘’jejak langkah sejarah pemikiran islam pasca khulafaurrasidin’’, pustaka pelajar, jogjakarta 2010
http://sahlan-safa.blogspot.com/2012/06/tradisi-dan-praktek-ekonomi-pada-masa.html




[1] http://www.plusnetwork.com/?sp=chv&q=tradisi%20dan%20praktek%20pada%20masa%20ummaah
[2] Drs. Nur chamid. Mm ‘’jejak langkah sejarah pemikiran islam pasca khulafaurrasidin’’, pustaka pelajar, 2010 jogjakarta. Hlm 105-1016
[3] Ibid’ hal 117-135
[4] http://sahlan-safa.blogspot.com/2012/06/tradisi-dan-praktek-ekonomi-pada-masa.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar